Vihara Girinaga & Buddhajayanti™

Spread Dhamma All Over the World

Photobucket

Delapan Kebohongan Ibu

Written by Vihara Girinaga on 4/01/2008 10:08:00 PM

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia. Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : “Makanlah nak, aku tidak lapar” ———- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA
Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abangku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaanny menempel kotak korek api. Aku berkata :”Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata :”Cepatlah tidur nak, aku tidak capek” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata :”Minumlah nak, aku tidak haus!” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA
Setelah aku, abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Saya punya duit” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM
Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku “Aku tidak terbiasa”———-KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH
Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “Jangan menangis anakku,Aku tidak kesakitan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN
Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : ” Terima kasih ibu ! ” Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi.. Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di kemudian hari

Daya Tarik Buddhisme

Written by Vihara Girinaga on 4/01/2008 10:01:00 PM

Daya tarik Ajaran Buddha berkembang dengan mantap di seluruh dunia, khususnya bagi mereka yang mencari jawaban di arus globalisasi yang deras ini.

Jumlah pengikut Ajaran Buddha berkembang dengan pesat di banyak bagian dunia, teristimewa di Australia, Amerika Serikat dan banyak negara di Eropa.
Sebagian negara di Asia di mana Ajaran Buddha pernah secara paksa digantikan oleh ajaran komunisme, sekarang muncul kembali dengan gilang gemilang.
Mengapa ketertarikan terhadap Ajaran Buddha ini bertambah besar dan begitu cepat perkembangannya?
Barangkali karena semakin banyak orang yang mengakui fakta-fakta di sekitar Buddhisme. Yaitu:
Agama Buddha mengedepankan PERDAMAIAN yang sebenarnya dan tidak pernah menganjurkan Kekerasan Apapun di atas namanya.

Ajaran Buddha adalah salah satu Agama Dunia yang paling tua, yang hingga kini, mempunyai reputasi terhormat sebagai satu-satunya agama yang belum pernah mempunyai Perang Suci.

Tak ada satu tokoh Buddhis yang pernah maju ke medan perang untuk menaklukkan kafir atau untuk mengubah orang lain menjadi Penganut Ajaran Buddha.

Tak seorangpun yang pernah dihadapkan kepada pedang, atau dihukum gantung atau dengan kata lain dihukum karena tidak percaya pada Ajaran Buddha.

Agama yang menekankan Belas Kasih, Penerimaan dan Kebaikan

Umat Budha dikenal akan keteladanan, kebajikan hati dan keramahan mereka, bersifat menerima dan tidak mengedepankan cara-cara penghakiman.

Hingga saat ini, Buddhisme menyebar ke wilayah yang baru, tidak disebabkan oleh pengaruh Para Misionaris dengan tujuan agresif guna mengubah keyakinan orang lain, tetapi biasanya oleh inisiatif orang lokal yang mempersilahkan atau mengundang para guru agar dapat berbagi ajaran.

Agama yang menyediakan Jalan Terang untuk perkembangan Rohani dan Pribadi.

Ajaran Buddha bukanlah sebuah koleksi Mitos dan Cerita untuk menguji penalaran kita. Juga tidak hadir sebagai misteri yang hanya bisa dimengerti oleh para Biksu, Pandita atau sekelompok orang tertentu yang lebih disukai atau orang–orang Yang Terpilih.

Ajaran Buddha hadir sebagai Jalan Terang yang dapat di percaya dan bisa dilakukan siapa saja menurut pengertian, pemahaman dan kemampuannya sendiri, yang merupakan suatu metode yang dapat diterapkan, dan memberikan hasil yang bisa dialami dengan segera.

Agama yang mengajarkan untuk mengambil Tanggung Jawab Penuh atas Tindakan yang dilakukan.

Buddhisme tidak mencoba menerangkan masalah di dunia sebagai bagian dari rencana misterius Dewata. Tidak menyalahkan sesuatu pada nasib atau wangsit yang manapun terhadap apa saja yang terjadi, baik atau buruk atas pengalaman hidup yang dialami. Malahan, Buddhisme mengajarkan bahwa kita harus bertanggung-jawab untuk hasil tindakan yang telah dilakukan dan sebagai penentu takdir kita sendiri. Alih–alih menghindar atau lari dari persoalan hidup, kita di anjurkan untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah yang ada tanpa masalah.

Agama yang tidak mempunyai tempat untuk Kepercayaan Buta atau Pemujaan yang Tidak melalui Penalaran.

Banyak agama yang menekankan pada dogma dan menuntut pengikutnya untuk percaya secara membabi buta, hal ini menjadi aneh atau tanpa dasar dari sudut pandang ilmu pengetahuan. Buddhisme tidak mempunyai doktrin seperti itu.

Buddha tidak menginginkan umatnya untuk percaya kepadanya secara membuta, melainkan mengajarkan pengikutnya untuk berpikir, untuk mempertanyakan dan untuk memahami ajarannya berdasarkan pengertian.

Ajaran tentang keterbukaan pikiran dan hati yang simpatik, yang menerangi dan menghangatkan alam semesta dengan sinar Kebijaksanaan dan Belas Kasih. Oleh karena itu Ajaran Buddha disebut Agama yang berdasarkan Analisis.


EHIPASSIKO Datang dan Lihatlah Sendiri, Agama yang menyambut baik Pertanyaan dan Pemeriksaan ke dalam Ajarannya sendiri.

Kebebasan berpikir sungguh penting. Ajaran Buddha dijalankan secara Ehipassiko, yang artinya mengundang untuk Datang dan Bukti kan, bukan Datang dan Percaya begitu saja. Ajaran yang membuka diri untuk ditelaah, diamati dan diselidiki. Tidak ada kewajiban atau paksaan apapun agar percaya atau menerima Ajaran Buddha.

Buddha menunjukkan Jalan Keselamatan, selanjutnya terserah setiap insan untuk memutuskan mau mengikutinya atau tidak. Buddha mengibaratkan Ajarannya sebagai RAKIT.

Agama yang menekankan nilai–nilai Universal

Ajaran yang menitik beratkan pada Kebahagiaan Sejati Bagi Semua Mahluk. Ajaran yang dapat dipraktekkan dalam masyarakat atau dalam pertapaan, oleh semua ras dan sistem kepercayaan. Ajaran yang sama sekali tidak memihak, sehingga tidak ada ‘TEROR’ di dalam Agama Buddha. Ajaran yang membebaskan umatnya dari cengkraman para Imam dan juga merupakan Jalan agar Bebas dari Kemunafikan dan Penindasan Keagamaan.

Buddhisme mengajarkan bahwa "Sesuai dengan benih yang telah ditabur, begitulah buah yang akan dituai. la yang berbuat baik akan menerima kebaikan, ia yang berbuat jahat akan menerima kejahatan". Hukum yang berlaku secara universal tanpa memerlukan Label Keagamaan.

Agama yang selaras dengan ilmu Pengetahuan Modern dan merupakan Agama Masa Depan

Ajaran Buddha tidak pernah merasa perlu untuk memberikan tafsiran baru terhadap ajarannya (kitab sucinya) atas Penemuan Ilmiah yang ada belakangan ini. Ilmu Pengetahuan tidak pernah bertentangan dengan Buddhisme, karena Ajarannya yang bersifat Ilmiah.

Asas-asas Buddhisme dapat dipertahankan dalam keadaan apapun tanpa mengubah gagasan dasar. Ajaran Buddha dihargai sepanjang masa, oleh para cendikiawan, ilmuwan, ahli filsafat, kaum rasionalis, bahkan para pemikir bebas.

Inilah beberapa fakta yang telah menjadi daya tarik Buddhisme, sejak zaman dahulu, zaman kini hingga di waktu yang akan datang.

Daya Tarik Ajaran BUDDHISME

Written by Vihara Girinaga on 4/01/2008 09:52:00 PM

Daya tarik Ajaran Buddha berkembang dengan mantap di seluruh dunia, khususnya bagi mereka yang mencari jawaban di arus globalisasi yang deras ini. Jumlah pengikut Ajaran Buddha berkembang dengan pesat di banyak bagian dunia, teristimewa di Australia, Amerika Serikat dan banyak negara di Eropa.Sebagian negara di Asia di mana Ajaran Buddha pernah secara paksa digantikan oleh ajaran komunisme, sekarang muncul kembali dengan gilang gemilang.
Mengapa ketertarikan terhadap Ajaran Buddha ini bertambah besar dan begitu cepat perkembangannya?
Barangkali karena semakin banyak orang yang mengakui fakta-fakta di sekitar Buddhisme. Yaitu:
Agama Buddha mengedepankan PERDAMAIAN yang sebenarnya dan tidak pernah menganjurkan kekerasan apapun di atas namanya.

Ajaran Buddha adalah salah satu Agama Dunia yang paling tua, yang hingga kini, mempunyai reputasi terhormat sebagai satu-satunya agama yang belum pernah mempunyai Perang Suci. Tak ada satu tokoh Buddhis yang pernah maju ke medan perang untuk menaklukkan kafir atau untuk mengubah orang lain menjadi Penganut Ajaran Buddha.
Tak seorangpun yang pernah dihadapkan kepada pedang, atau dihukum gantung atau dengan kata lain dihukum karena tidak percaya pada Ajaran Buddha.

Agama yang menekankan Belas Kasih, Penerimaan dan Kebaikan

Umat Budha dikenal akan keteladanan, kebajikan hati dan keramahan mereka, bersifat menerima dan tidak mengedepankan cara-cara penghakiman. Hingga saat ini, Buddhisme menyebar ke wilayah yang baru, tidak disebabkan oleh pengaruh Para Misionaris dengan tujuan agresif guna mengubah keyakinan orang lain, tetapi biasanya oleh inisiatif orang lokal yang mempersilahkan atau mengundang para guru agar dapat berbagi ajaran.

Agama yang menyediakan Jalan Terang untuk perkembangan Rohani dan Pribadi.

Ajaran Buddha bukanlah sebuah koleksi Mitos dan Cerita untuk menguji penalaran kita. Juga tidak hadir sebagai misteri yang hanya bisa dimengerti oleh para Biksu, Pandita atau sekelompok orang tertentu yang lebih disukai atau orang–orang Yang Terpilih. Ajaran Buddha hadir sebagai Jalan Terang yang dapat di percaya dan bisa dilakukan siapa saja menurut pengertian, pemahaman dan kemampuannya sendiri, yang merupakan suatu metode yang dapat diterapkan, dan memberikan hasil yang bisa dialami dengan segera.

Agama yang mengajarkan untuk mengambil Tanggung Jawab Penuh atas Tindakan yang dilakukan.

Buddhisme tidak mencoba menerangkan masalah di dunia sebagai bagian dari rencana misterius Dewata. Tidak menyalahkan sesuatu pada nasib atau wangsit yang manapun terhadap apa saja yang terjadi, baik atau buruk atas pengalaman hidup yang dialami. Malahan, Buddhisme mengajarkan bahwa kita harus bertanggung-jawab untuk hasil tindakan yang telah dilakukan dan sebagai penentu takdir kita sendiri. Kita dianjurkan untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah yang ada tanpa masalah.

Agama yang tidak mempunyai tempat untuk Kepercayaan Buta atau Pemujaan yang Tidak melalui Penalaran.

Banyak agama yang menekankan pada dogma dan menuntut pengikutnya untuk percaya secara membabi buta, hal ini menjadi aneh atau tanpa dasar dari sudut pandang ilmu pengetahuan. Buddhisme tidak mempunyai doktrin seperti itu. Buddha tidak menginginkan umatnya untuk percaya kepadanya secara membuta, melainkan mengajarkan pengikutnya untuk berpikir, untuk mempertanyakan dan untuk memahami ajarannya berdasarkan pengertian. Ajaran tentang keterbukaan pikiran dan hati yang simpatik, yang menerangi dan menghangatkan alam semesta dengan sinar Kebijaksanaan dan Belas Kasih. Oleh karena itu Ajaran Buddha disebut Agama yang berdasarkan Analisis.


EHIPASSIKO Datang dan Lihatlah Sendiri, Agama yang menyambut baik Pertanyaan dan Pemeriksaan ke dalam Ajarannya sendiri.

Kebebasan berpikir sungguh penting. Ajaran Buddha dijalankan secara Ehipassiko, yang artinya mengundang untuk Datang dan Bukti kan, bukan Datang dan Percaya begitu saja. Ajaran yang membuka diri untuk ditelaah, diamati dan diselidiki. Tidak ada kewajiban atau paksaan apapun agar percaya atau menerima Ajaran Buddha. Buddha menunjukkan Jalan Keselamatan, selanjutnya terserah setiap insan untuk memutuskan mau mengikutinya atau tidak. Buddha mengibaratkan Ajarannya sebagai RAKIT.

Agama yang menekankan nilai–nilai Universal

Ajaran yang menitik beratkan pada Kebahagiaan Sejati Bagi Semua Mahluk. Ajaran yang dapat dipraktekkan dalam masyarakat atau dalam pertapaan, oleh semua ras dan sistem kepercayaan. Ajaran yang sama sekali tidak memihak, sehingga tidak ada ‘TEROR’ di dalam Agama Buddha. Ajaran yang membebaskan umatnya dari cengkraman para Imam dan juga merupakan Jalan agar Bebas dari Kemunafikan dan Penindasan Keagamaan. Buddhisme mengajarkan bahwa "Sesuai dengan benih yang telah ditabur, begitulah buah yang akan dituai. la yang berbuat baik akan menerima kebaikan, ia yang berbuat jahat akan menerima kejahatan". Hukum yang berlaku secara universal tanpa memerlukan Label Keagamaan.

Agama yang selaras dengan ilmu Pengetahuan Modern dan merupakan Agama Masa Depan

Ajaran Buddha tidak pernah merasa perlu untuk memberikan tafsiran baru terhadap ajarannya (kitab sucinya) atas Penemuan Ilmiah yang ada belakangan ini. Ilmu Pengetahuan tidak pernah bertentangan dengan Buddhisme, karena Ajarannya yang bersifat Ilmiah. Asas-asas Buddhisme dapat dipertahankan dalam keadaan apapun tanpa mengubah gagasan dasar. Ajaran Buddha dihargai sepanjang masa, oleh para cendikiawan, ilmuwan, ahli filsafat, kaum rasionalis, bahkan para pemikir bebas.

Inilah beberapa fakta yang telah menjadi daya tarik Buddhisme, sejak zaman dahulu, zaman kini hingga di waktu yang akan datang.

Datang Karena Kagum

Written by Vihara Girinaga on 4/01/2008 09:51:00 PM

Kegiatan puja bhakti adalah kegiatan yang sangat baik. Selain bisa menambah kamma baik, juga dapat meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang Dhamma. Hanya saja kegiatan ini sering disalahartikan. Dengan jadwal yang hanya seminggu sekali, ada saja yang merasa keberatan. Kalau ditanya, alasannya: sibuk. Alasan yang klise.

Biasanya kalau orang menjawab begitu, saya akan mengatakan dia "sungguh luar biasa". Lihat saja sebagian besar pejabat negara kita. Dalam sehari mereka bisa melaksanakan sholat lima kali. Padahal sibuknya luar biasa. Bapak Presiden kita juga demikian. Tetap menjalankan ibadah yang sama walaupun acaranya sangat padat. Kalau kita, umat Buddha, berpuja bhakti seminggu sekali saja sudah merasa sibuk, berarti jadwal kita lebih padat dari seorang presiden!

Ada yang lebih parah. "Ke vihãra atau tidak, sama saja. Di vihãra kita toh baca paritta, di rumah juga kan bisa," begitu kilah mereka. Mereka ini adalah orang yang tidak mengerti manfaat dan fungsi datang ke vihãra.

Sebetulnya kita datang ke vihãra harus didasari oleh rasa kagum. Ya, rasa kagum kepada Sang Buddha. Kita (seharusnya) datang karena mencari Sang Buddha. Ada yang tidak datang lagi ke vihãra dengan alasan pemuda vihãra cuek. Sebagai umat baru, dia merasa tidak diperhatikan. Ada juga yang tidak mau datang karena (katanya) Bhikkhunya sombong.

Kita ke vihãra 'kan untuk mencari Sang Buddha. Bukan cari pemuda vihãra atau cari Bhikkhu. Kalau orang sudah memahami hal ini, berarti ia telah merasakan manfaat ikut Agama Buddha.

Kita harus kagum karena kita sudah mengerti ajaran-Nya, walaupun mungkin masih sedikit. Bagaimana bisa lebih mengerti kalau tidak mau ke vihãra? Membaca paritta di rumah memang menambah kamma baik, tapi tidak menambah pengertian kita. Untuk itulah perlu ke vihãra. Di vihãra kita juga bisa bertemu dengan teman-teman dan berbagi pengalaman, baik pengalaman biasa ataupun yang berkaitannya dengan Dhamma. Misalnya, ada yang bercerita bahwa sebelum kenal Agama Buddha dia suka marah-marah. Tapi sekarang bisa jadi tenang. Ada juga yang bercerita kalau dulu di sekolah dia bodoh sekali. Ujian tidak pernah lulus. Sekarang cerdas, ujian bisa lulus terus. Soalnya sudah mengenal ajaran Sang Buddha. Berbagi pengalaman dan kesaksian seperti ini sangatlah perlu.

Colombus dan Telur

Written by Vihara Girinaga on 4/01/2008 09:48:00 PM

Ini sebuah cerita kecil di balik kesuksesan Colombus yang menemukan benua Amerika. Setelah penemuan yang fenomenal itu, Colombus menjadi sangat terkenal dan diagung-agungkan oleh Raja dan seluruh rakyat. Colombus pun diangkat menjadi bangsawan kehormatan kerajaan.

Kepopuleran Colombus itu membuat beberapa orang menjadi iri kepadanya. Suatu hari, Colombus mengadakan perjamuan makan. Dalam perjamuan makan itu dia menceritakan semua kisah yang dihadapi dalam pencarian benua baru tersebut. Semua tamu undangan terpukau dan mengakui kehebatan sang Penemu Benua Baru tersebut. Namun beberapa orang yang iri dengan sinis berkata, “Apa hebatnya dia ? Dia Cuma berlayar dan kebetulan saja menemukan benua baru. Siapa saja bias melakukan itu.”

Mendengar hal tersebut, Colombus kemudian menantang para orang yang iri tersebut. “Marilah kita bertanding untuk membuktikan siapakah yang lebih baik. Barangsiapa yang berhasil membuat telur-telur rebus ini berdiri di atas meja makan, maka ialah orang yang terbaik dan semua gelar-kekayaanku akan kuserahkan padanya.”

Orang-orang yang iri tersebut menerima tantangan Colombus. Kemudian mereka mulai berusaha untuk membuat telur-telur rebus itu berdiri di atas meja makan. Namun, karena telur itu benda yang elips, maka cukup mustahil untuk bisa berdiri di atas meja. Tiap kali dicoba untuk diberdirikan, telur-telur itu langsung saja menggelinding jatuh. Akhirnya, mereka pun menyerah.

Kini, tiba giliran Colombus. Ia memegang telur rebus itu di atas meja dengan posisi berdiri sambil dipegangi, kemudian dengan tangan yang satunya Colombus menekan ujung atas telur rebus itu ke meja sehingga ujung bawah telur menjadi remuk dan memipih. Karena tidak lonjong lagi, telur tersebut bisa berdiri tegak di atas meja. Melihat hal tersebut, orang-orang yang iri kepadanya dengan sini berkata, ”Ah…kalau caranya seperti itu, kami juga bisa membuat telur rebus itu berdiri.”

Dengan bijak dan sambil tersenyum, Colombus berkata, “Kalau begitu, mengapa kamu tidak melakukannya sejak tadi ?”

Cerita di atas hendak memberitahukan kita bahwa kesuksesan dan keberhasilan berasal dari suatu tindakan nyata atas gagasan kita. Colombus dari beberapa orang pada masa itu mempunyai gagasan tentang bumi yang bulat. Teori tersebut jelas-jelas bertentangan dengan kepercayaan pada waktu itu bahwa bumi itu datar seperti piring. Ketika Colombus mengutarakan niatnya untuk melakukan ekspedisi laut, banyak orang termasuk keluarganya menganggap dirinya gila. Namun, Colombus tetap teguh pada pendiriannya. Ancaman hukuman mati atas pengingkaran hokum Tuhan, ia hadapi dengan tegar sehingga pada akhirnya, sejarah mencatatnya sebagai penemu benua dan pelaut handal.

Seringkali, ketakutan atas kegagalan, penilaian miring orang lain, penderitaan dan sebagainya, membuat kita terhalang untuk menemukan kesuksesan. Kadang kita juga merasa iri atas keberhasilan orang lain. Kita sering berkata, ”Ah, dia sih cuma beruntung saja. Aku pun bisa melakukannya.”

Jadi, apa yang Anda pilih ? Gagal karena terlalu takut untuk gagal atau berhasil karena tidak takut gagal ? Hanya Anda yang bisa memilih.

Subscribe in a reader

Pesta Blogger 2007Pesta Blogger 2007

Add to Technorati Favorites Firefox 2

Web Counter Since 01-01-2008

home page visits
photo inkjet printers